SEKATO.ID – Kota Beijing diselimuti debu tebal akibat badai pasir terparah dalam satu dekade terakhir, jarum di alat pengukur kualitas udara menembus angka tertinggi, di tengah polusi udara yang sudah buruk. Peringatan tentang hembusan pasir dan debu dari kawasan gurun pasir di barat China itu ditetapkan pada hari Selasa, 16 Maret 2021 pagi.
Badai pasir itu menyebabkan melonjaknya polusi udara di sejumlah tempat, 160 kali di atas angka yang direkomendasikan. Ratusan penerbangan dibatalkan karena jarak pandang yang pendek, dilansir dari bbc.com sejak hari Senin, (15/03).
Badai debu juga melanda sejumlah kawasan di sebelah utara Cina, mulai dari Provinsi Zinjiang hingga ke Heilongjiang. Sementara, Mongolia Dalam yang paling menderita menyebabkan setidaknya enam orang meninggal dan puluhan lainnya hilang.
Badan Meteorologi China mengeluarkan peringatan kedua tertinggi sebelum pukul 07:30 pagi waktu setempat dan kondisi itu tetap berjalan sampai tengah hari. Indeks kualitas udara (air quality index AQI) mencapai tingkatan “berbahaya” yakni 999 pada Senin (15/03).
Menurut World Health Organization (WHO), merekomendasikan angka rata-rata 2,5 level aman kualitas udara berdasarkan konsentrasi partikel polusi yang disebut particulate matter (PM) yang ditemukan di udara sebesar 2,5. Partikel udara yang masuk ke paru-paru tercatat di atas 600 mikrogram mencapai rata-rata 200 dalam periode 24 jam sebelum tengah hari.
Sedangkan, di banyak kawasan di Beijing menyebabkan partikel PM mencapai angka 10 dan melebihi 8,000 mikrogram, menurut media resmi China, Global Times. Dilaporkan setidaknya sebanyak 12 provinsi di China, mulai dari Tianjin, Heilongjiang, Jilin dan Liaoning termasuk Beijing, terdampak badai ini. Sedangkan Xinjiang, Gansu, Ningxia, Shaanxi dan Shanxi juga akan mengalami serangan badai pasir dan debu.
Mongolia Dalam adalah yang paling parah. Menurut laporan cuaca, badai pasir tersebut berembus dari Daerah Otonom Mongolia Dalam di China utara akibat pengaruh siklon dan angin kencang. Badai pasir itu tiba di barat laut Provinsi Hebei yang bersebelahan dengan Beijing pada Minggu (14/3) malam sebelum bergerak menuju Beijing.
“Rasanya seperti kiamat. Dalam kondisi seperti ini, saya benar-benar tidak mau berada di luar,” ujar Flora Zou, salah satu warga Beijing.
Warga China mengatakan, mereka belum pernah menyaksikan kondisi separah ini dalam 10 tahun terakhir.
Seorang aktivis lingkungan Greenpeace mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa, parahnya polusi akhir-akhir ini akibat tingginya aktivitas industri. Kerusakan hutan dalam skala besar juga dianggap sebagai salah satu faktor yang menyebabkan badai pasir.
China melakukan penghijauan kembali di seputar kawasan untuk membatasi pasir yang terhembus ke ibu kota dengan menanam pohon-pohon untuk menangkal debu dan pasir.sebagai penangkalnya. Serta membentuk koridor udara agar badai pasir dan polutan lain dapat terbuang dengan cepat
Discussion about this post