SEKATO.ID – Belum genap sebulan sejak Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengkampanyekan benci produk asing, sementara sejumlah petani di wilayah Jawa Tengah (Jateng) saat ini malah gelisah atas rencana pemerintah mengimpor beras. Meskipun baru sebatas rencana saja, harga gabah di tingkat petani akan terpengaruh dan telah anjlok.
Dikutip dari republika.com, persoalan terkait dampak rencana impor beras ini terungkap berdasarkan temuan Anggota Komisi E DPRD Provinsi Jawa Tengah, Yudi Indras Wiendarto, dari sejumlah daerah di Jawa Tengah. Menurutnya, sejumlah kelompok tani di Jawa Tengah mengaku mulai gelisah dan mereka mengeluhkan harga gabah yang sudah mulai anjlok, saat masa panen raya baru dimulai.
“Baru sebatas rencana saja, para petani sudah merugi, apalagi jika beras impor yang dimaksud sudah tiba dan masuk ke Indonesia,” ungkapnya, dalam keterangan pers di Semarang, jawa Tengah, Selasa (16/3).
Kondisi tersebut jelas akan memberatkan para petani dalam menjual gabah hasil panen mereka. Tak hanya itu, para petani juga mulai melihat ‘kerugian’ sudah ada di depan mata, karena harga jual hasil panen tak sebanding dengan biaya produksi yang mereka keluarkan.
Ia menjelaskan, jika harga jual gabah hasil panen sebelumnya berada di atas Rp 4.000 atau hampir menyentuh harga Rp 5.000 per kilogram, saat ini harga gabah di tingkat petani berada di bawah Rp 4.000 per kilogram.
“Maka, jika di rata- rata penurunan harga gabah di tingkat petani yang terjadi saat ini berkisar Rp 500 – Rp 1.000 per kilogram,” jelas legislator dari Fraksi Partai Gerindra di DPRD Jawa Tengah tersebut.
Menurutnya, kebijakan impor beras yang dilakukan di tengah-tengah masa panen raya tersebut, tidak tepat dan akan sangat merugikan para petani yang ada di negeri sendiri. Pemerintah pusat diminta memikirkan dampak tersebut. Jangan sampai para petani nantinya kapok untuk menanam padi, nantinya Pemerintah juga akan merugi.
“Lho, Pemerintah juga kan yang menginginkan negeri ini swasembada beras, lalu pertanyaannya bagaimana kalau kemudian nasib para petaninya menjadi seperti itu,” tegas Yudi.
Oleh karenanya, ia meminta pemerintah memberikan solusi atas anjloknya harga gabah di kalangan petani. Gabah-gabah petani tersebut semestinya tetap bisa terserap oleh Bulog, dengan harga jual standar dan tidak boleh mengikuti mekanisme pasar.
Yudi juga menyoal apa yang menjadi alasan Pemerintah dalam merencanakan impor beras tersebut. Apalagi Perum Bulog memperkirakan, cadangan beras pemerintah (CBP) nasional akan menyentuh satu juta ton pada akhir April 2021.
Sedangkan, Badan Pusat Statistik (BPS) memprediksi tahun ini produksi beras nasional berpotensi naik tinggi, hingga sebesar 4,86 persen. Karena sebagian masa panen raya berlangsung di awal tahun.
Cadangan beras untuk wilayah Semarang, Jawa Tengah juga masih aman. Ditambah dengan adanya musim panen raya ini. Berdasarkan perhitungan Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Provinsi Jawa Tengah akan mengalami surplus hingga di angka 1 juta ton.
“Maka bagaimana dan apa yang menjadi dasar bagi Pemerintah merencanakan kebijakan impor beras tersebut,” tanya Yudi.
Sementara itu di Jakarta, Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso mengungkapkan, isu impor beras sebanyak 1 juta ton mulai memberikan tekanan terhadap harga gabah petani. Pasalnya, rencana tersebut diketahui publik disaat masa-masa panen raya padi pertama tahun ini.
“Ada benturan antara produksi dalam negeri dan impor. Ini baru diumumkan harga di petani drop,” kata Buwas, sapaan akrabnya, dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Badan Legislasi DPR, Selasa (16/3).
Budi mengatakan, tak hanya dirasakan petani, tetapi menjadi beban baru bagi Bulog pula. Pasalnya, sisa beras eks impor tahun 2018 hingga kini masih tersisa 275 ribu ton. Penyaluran beras oleh Bulog tak lancar lantaran kini tidak ada lagi penyalur tunggal bantuan beras yang pangsa pasarnya mencapai 2,6 juta ton per tahun.
Menurutnya, rencana impor beras tak akan menyelesaikan masalah bagi Bulog. Sebab, sebagian atau 500 ribu ton beras yang direncanakan diimpor adalah untuk cadangan beras pemerintah (CBP). Penyaluran CBP harus seizin pemerintah sementara biaya penyimpanan ditanggung oleh Bulog.
Dengan kata lain, jika penyaluran beras tersendat, ruang bagi Bulog untuk menyerap gabah juga ikut terbatas. Itu bisa berimbas pada kemampuan Bulog untuk membantu petani dalam melakukan stabilisasi harga, terutama ketika harga gabah tengah jatuh.
Budi mengatakan, pihaknya telah menjelaskan persoalan yang dihadapi oleh Bulog kepada pemerintah. Pembahasan pernah mengarah agar ada penanganan lebih lanjut mengenai sisa beras impor itu. Di mana, akan ditangani oleh Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian untuk dibuat tepung.
“Tapi sampai sekarang belum bisa dilaksanakan. Ini beban Bulog. Sekarang stok cukup dan jika ditambah impor ini tidak akan selesaikan masalah,” ujarnya.
Budi pun mengungkap, kebijakan rencana impor beras sebanyak 1 juta ton rupanya tidak diputuskan dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) level Kementerian Koordinator Perekonomian seperti biasanya. Rakortas terakhir yang digelar antar kementerian lembaga hanya membahas berbagai kemungkinan cuaca dan prediksi kelangkaan pasokan pangan.
“Saat rakortas itu tidak ada diputuskan untuk impor. Hanya kebijakan dari Pak Menko Perekonomian dan Menteri Perdagangan pada akhir kita dikasih penugasan tiba-tiba untuk laksanakan impor,” sampai Budi dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Badan Legislasi DPR, Selasa (16/3).
Discussion about this post